Jadi Energi Alternatif, Indonesia Miliki Potensi Besar Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Hidro

Leave a Comment


Infografis: Mujahid Alawy (http://bit.ly/1M5jcbb)
Hari Air Sedunia atau World Water Day yang diperingati pada 22 Maret kemarin masih meninggalkan beberapa catatan. Kurangnya ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya air serta diperparah dengan adanya aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Jakarta membuat peringatan Hari Air Sedunia kian luput dari pemberitaan. Padahal, jika melihat tema yang diangkat pada tahun ini, yaitu air dan pekerjaan, setidaknya dapat menjadi momen yang tepat untuk kembali mengampanyekan potensi dan pemanfaatan energi air sebagai energialternatif bagi Indonesia.

Berbicara energi alternatif, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah lama menerapkan kebijakan dalam memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan yang lebih ramah lingkungan, termasuk dengan memasukkan sumber daya air ke dalam buku Rencana Induk Pengembangan Energi BaruTerbarukan (RIPEBAT) 2010-2025. Hal tersebut dengan melihat enam provinsi yang ada di Indonesia memiliki potensi tenaga air yang besar untuk dimanfaatkan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Enam provinsi tersebut di antaranya Papua,meliputi sungai Memberamo, Derewo, Ballem, Tuuga, Wiriagar/Sun,Kamundan dan Kladuk dengan total potensi mencapai 12.725 megawatt (Mw). Potensi terbesar lainnya yaitu Kalimantan Timur, meliputi sungai Kerayan, Mentarang, Tugu, Mahakam, Boh, Sembakung dan Kelai dengan total potensi mencapai 6.743 Mw. Sementara empat provinsi lain yang memiliki potensi adalah Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan Aceh.

Menurut Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Alihudin Sitompul mengatakan bahwa dipilihnya hidro karena potensinya yang besar dan bisa berjalan 24 jam, sehingga ini menjadi firm capacity, bukan seperti tenaga surya yang hanya substitusi empat jam peak-nya. Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa sumber energi hidro yang begitu besar, saat ini belum seluruhnya tergarap maksimal dan hanya terbuang begitu saja.

Potensi PLTA skala mini dan mikro yang sudah teridentifikasi adalah 500 Mw, sedangkan yang sudah dibangun sebesar 210 MW atau setara dengan 42 persen. Potensi PLTA skala mini dan mikro diduga jauh lebih besar dari angka tersebut, yakni lebih dari 500 MW, apalagi jika menggunakan potensi energi hidro skala besar dan kecil. Kenyataannya memang banyak terjadi pembangunan PLTMH di lokasi yang sebenarnya memiliki potensi jauh lebih besar dari kapasitas terbangkit dengan berbagai alasan di antaranya sesuai dengan  jumlah listrik, biaya investasi dan sudah dapat dipenuhi oleh sumber daya lokal.

Harga pokok produksi listrik yang dibangkitkan PLTMH juga sangat kompetitif dibandingkan dengan teknologi pembangkit lainnya, disamping itu teknologi PLTMH sudah dikuasai oleh ahli dan manufaktur lokal, dengan demikian harganya sudah kompetitif dibandingkan produk import. Pada awalnya PLTMH banyak digunakan untuk menyediakan listrik di wilayah terpencil dan belum terjangkau jaringan listrik oleh PLN. Biaya investasi umumnya berasal dari pemerintah, bantuan bilateral atau lembaga donor. Ketika harga BBM naik, beberapa instalasi dibangun oleh perkebunan swasta guna menggantikan unit pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil, demikian juga ketika pemerintah membuka peluang bagi produsen listrik swasta untuk menjual ke PLN, beberapa investor membangun PLTMH kemudian listrik yang dihasilkan dijual ke PLN.

Sumber:
http://bit.ly/1q0fKnZ
http://bit.ly/1UEEJcX

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar